(Pepatah Brasil)
Appreciative Inquiry merupakan sebuah pendekatan sosial konstruksionis terhadap
perubahan dan pengembangan organisasi (der
Haar dan Hosking, 2004). Appreciative Inquiry dapat disebut sebagai
suatu metode riset aksi (action research) dan sekaligus teori tentang
bagaimana realitas organisasi terbentuk dan berkembang (Thatchenkery, 1999).
Sebuah metode yang
mentransformasikan kapasitas sistem manusia untuk perubahan yang positif dengan
memfokuskan pada pengalaman positif dan masa depan yang penuh dengan harapan (Cooperrider dan Srivastva, 1987;
Cooperrider dkk., 2000; Fry dkk, 2002; Ludema dkk, 2000, dalam Gergen dkk.,
2004).
Appreciative berasal dari kata dasar appreciate yang berarti
menghargai, suatu tindakan memahami sesuatu yang terbaik dalam individu atau
dunia disekitarnya, memberi dukungan terhadap kelebihan, kesuksesan dan potensi
di masa lalu maupun masa kini.
Sementara, inquiry
berasal dari kata dasar inquire, yang berarti tindakan mengeksplorasi
dan menemukan; mengajukan pertanyaan untuk memperluas pandangan terhadap
kemungkinan dan potensi baru (Cooperrider dan Whitney, 2001).
Dalam sepuluh tahun
terakhir, Appreciative Inquiry menjadi sangat populer dan dipraktekkan di
berbagai wilayah dunia, seperti untuk mengubah budaya sebuah organisasi,
melakukan transformasi komunitas, menciptakan pembaharuan organisasi,
mengarahkan proses merger dan akusisi dan menyelesaikan konflik. Dalam bidang
sosial, Appreciative Inquiry digunakan untuk memberdayakan komunitas pinggiran,
perubahan kota, membangun pemimpin religius, dan menciptakan perdamaian.
Dalam dunia pendidikan,
Appreciative Inquiry digunakan untuk perubahan budaya, penyusunan rencana
strategis dan perubahan proses pembelajaran. Dalam pengelolaan SDM,
Appreciative Inquiry diterapkan untuk melakukan wawancara seleksi, membentuk
model kompetensi, penilaian kinerja, coaching dan mentoring, serta membentuk
tim kerja. Selain itu, Appreciative Inquiry diterapkan juga untuk penciptaan
keluarga, desain pendidikan anak, terapi individu dan terapi kelompok.
Berbeda dengan intervensi
perubahan organisasi yang lain, Appreciative Inquiry menolak menggunakan
paradigma penyelesaian persoalan (problem solving approach).
Cooperrider (1996, dalam
Cooperrider dan Whitney, 2001) mengkritik pendekatan penyelesaian masalah
karena bersifat menyakitkan (selalu
bertanya kepada orang menoleh kebelakang untuk mencari penyebab di masa lalu);
jarang menghasilkan visi baru (tidak
berupaya memperluas pengetahuan mengenai kondisi ideal yang lebih baik tetapi
lebih berupaya menghilangkan gap antara apa yang senyatanya dengan yang
seharusnya); dan memunculkan sikap defensif (“itu bukan masalahku tetapi masalahmu”) dan membuat tidak percaya
diri untuk melakukan tindakan positif.
Ketika organisasi berusaha
mengatasi persoalan tercipta persoalan lebih banyak persoalan, atau persoalan
yang sama sebenarnya tidak hilang (Senge,
1990 dalam Thatchenkery, 1999).
Appreciative Inquiry (AI) adalah sebuah proses perubahan yang
positif, yang bersifat sangat afirmatif (positif &sungguh-sungguh). AI, melalui Siklus
4D, sama sekali tidak melibatkan
pendekatan-pendekatan defisit dalam analisis organisasi, yakni hal-hal seperti
akar penyebab kegagalan, kesenjangan, rintangan, ancaman strategis, atau
penolakan terhadap perubahan.
Semua kegiatan, praktik, dan proses AI berpusat pada sisi
terbaik organisasi - baik di masa lalu, masa kini, maupun
masa depan. AI sama sekali tidak mengingkari bahwa masalah dan persoalan itu
tidak ada. Kita tidak menafikkan itu. Tapi, memfokuskan diri pada hal-hal
positif dan kelebihan yang dimiliki jauh lebih efektif ketimbang berbicara soal
masalah dan persoalan, bukan?
Dalam organisasi praktek Appreciative Inquiry (AI) berarti:
- Melahirkan sikap terbuka, saling menghargai dan tidak saling tuding, lempar tanggung jawab dan mencari kambing hitam.
- Membuat orang percaya diri untuk melakukan tindakan positif, karena apapun tindakannya akan dilihat kelebihan dan keberaniannya.
- Melahirkan visi baru dan merefleksikan tujuan yang ingin diraih.
APRECIATIVE INQUIRI VS PROBLEM SOLVING
Asumsi dasar Appreciative
Inquiry adalah organisasi bukanlah persoalan yang harus diselesaikan tetapi
adalah pusat kapasitas hubungan yang tak terbatas, hidup dengan imajinasi tak
terhingga, terbuka, tak tentu dan pada dasarnya merupakan sebuah misteri.
Appreciative
Inquiry
menggali yang terbaik dari pengalaman individu guna menyediakan sebuah kekuatan
untuk mengimajinasikan apa yang mungkin terjadi.
Perbedaan antara kedua pendekatan tersebut terletak pada cara
pandang terhadap fenomena yang dihadapi. Pendekatan penyelesaian masalah
memandang suatu fenomena sebagai masalah yang harus diperbaiki tanpa
mempertanyakan tujuan atau visi dalam tingkatan lebih tinggi. Sementara Appreciative
Inquiry memandang suatu fenomena lebih positif, sebagai suatu pijakan untuk
mencapai tujuan atau visi yang lebih tinggi.
Secara sederhana, perbedaan
tersebut dapat dianalogikan dengan perbedaan pandangan terhadap sebuah gelas
yang berisi air setengah penuh, sebagaimana dalam pendekatan penyelesaian
masalah akan mengatakan gelas itu setengah kosong. Pendekatan ini memandang
suatu fenomena secara negatif, dan kekurangan (deficit).
Kondisi tersebut akan
membuat individu dan organisasi merasa kekurangan, merasa lemah, merasa malu
dan tidak bangga akan apa yang telah dikerjakan. Lahirlah upaya saling
menyalahkan satu sama lain, baik antar individu maupun antar bagian atau unit
kerja.
Penyelesaian yang ditawarkan
adalah perbaikan terhadap fenomena yang yang negatif atau bermasalah tersebut.
Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan dengan sepenuh energi sehingga
kehabisan energi untuk merefleksikan mengenai tujuan dasar atau visi yang akan
dicapai.
Sementara itu, Appreciative
Inquiry akan mengatakan gelas itu setengah penuh. Pendekatan ini memandang
suatu fenomena yang sama secara positif, dan berkecukupan. Individu akan
memandang sisi positif diri dan organisasinya, sehingga merasa bangga, percaya
diri dan yakin untuk melakukan segala sesuatunya, mengaktualisasikan secara
maksimal potensi dirinya.
Solusi yang ditawarkan bukannya
terfokus pada sisi negatif individu atau organisasi, tetapi berupaya melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk terus meraih visi yang ingin dicapai.
Tindakan yang dilakukan
antara pendekatan penyelesaian masalah bisa jadi sama dengan yang dilakukan
pendekatan Appreciative Inquiry. Semisal, mengisi gelas yang dikemukakan
di awal tadi. Akan tetapi, pengisian gelas itu akan dilandasi semangat yang
berbeda. Pendekatan penyelesaian masalah memaknai sebagai upaya mengisi
kekurangan, Appreciative Inquiry memaknai sebagai upaya mewujudkan mimpi
masa depan yang lebih baik.
Appreciative
Inquiry
berpijak pada hipotesis heliotropic yaitu organisasi berkembang
sebagaimana tumbuhan yang tumbuh berkembang mengarah kepada sesuatu yang
memberi mereka kehidupan dan energi. Begitu pula dengan organisasi yang tumbuh
berkembang mengarah kepada image paling positif yang diyakini sistem sosial
tersebut.
LIMA PRINSIP PANDUAN APPRECIATIVE
INQUIRY
1.
Prinsip Konstruksionis
Konstruksionis adalah sebuah pendekatan dalam ilmu humaniora
yang menggantikan individu menjadi hubungan sebagai lokus pengetahuan dan
kemudian membangun apresiasi terhadap kekuatan bahasa dan wacana dalam segala
macam bentuknya (dari kata, metafor, narasi dan yang lainnya) untuk menciptakan
sense terhadap realitas, --sense terhadap apa yang benar, apa
yang baik, apa yang mungkin.
Appreciative Inquiry menganggap penting percakapan sebagai pembentuk organisasi.
Percakapan bukan sekedar cermin yang merefleksikan realitas, akan tetapi suatu
yang dikonstruksikan dan mengkonstruksi realitas para anggota organisasi.
Oleh
karena itu, cara mengubah budaya organisasi adalah dengan mengubah percakapan
yang dilakukan anggota organisasi. Prinsip ini meliputi pergeseran tradisi
intelektual barat dari cogito ergo sum, menjadi communicamus ergo sum
dan menggantikan klaim kebenaran mutlak dengan kolaborasi yang tak pernah
berakhir untuk mencari pemahaman dan mengkonstruk pilihan kehidupan yang lebih
baik
2.
Prinsip Simultan
Prinsip
ini menyatakan bahwa penyelidikan (inquiry) dan perubahan bukanlah
kejadian yang sungguh-sungguh terpisah, tetapi terjadi secara simultan.
Penyelidikan adalah intervensi. Awal dari perubahan adalah - ketika orang
berpikir dan berbicara, ketika orang menemukan dan belajar, dan ketika adanya dialog
dan menginspirasi bayangan masa depan - implisit dalam pertanyaan yang pertama
kali diajukan. Pertanyaan yang kita ajukan akan mengarahkan apa yang dicari dan
apa yang didapatkan.
3.
Prinsip Poetic
Masa
lalu, masa kini dan masa depan adalah sumber pembelajaran, inspirasi atau
interpretasi yang tidak berakhir, sebagaimana berbagai kemungkinan interpretasi
yang tak berakhir dari sebuah puisi yang indah. Implikasinya adalah individu
dapat melakukan studi terhadap berbagai topik yang berkaitan dengan pengalaman
manusia dalam berbagai sistem manusia atau organisasi. Karena organisasi bukan
“dunia di luar sana” yang menentukan topik pembelajaran seorang individu tetapi
artefak sosial, produk dari proses sosial.
4.
Prinsip Antisipasi
Sumber
daya tak terbatas yang dimiliki manusia untuk menimbulkan perubahan organisasi
adalah imajinasi dan wacana kolektif mengenai masa depan. Sebagaimana sebuah
film yang disorotkan ke layar, sistem manusia selalu memproyeksikan ke dalam
dirinya suatu horizon pengharapan yang membawa masa depan ke masa kini, menjadi
sebuah agen yang menggerakkan. Image masa depan seseorang yang positif
akan mengarahkan perilaku positif orang tersebut.
5.
Prinsip Positif
Upaya membangun dan menjaga momentum perubahan membutuhkan
sejumlah besar perasaan positif dan relasi sosial – sesuatu seperti harapan,
inspirasi, antusias, perhatian, persahabatan, sense urgent purpose, dan
kesenangan yang murni dalam menciptakan sesuatu yang bermakna secara bersama.
Pengalaman
menunjukkan bahwa semakin positif pertanyaan yang diajukan dalam suatu
perubahan maka semakin berhasil dan semakin panjang upaya perubahan yang dapat
dilakukan. Semua itu tidak dapat terjadi apabila individu melakukan usaha yang
berangkat dari cara pandang penyelesaian masalah.
EMPAT KEKUATAN APPRECIATIVE INQUIRY
1. Kekuatan pembebasan
Appreciative Inquiry adalah suatu proses perubahan yang membebaskan energi,
antusiasme dan komitmen orang-orang pada semua level organisasi. Intervensi ini
membebaskan orang dari rasa takut melakukan kesalahan, disalahkan ketika mereka
mencoba melakukan sesuatu yang berbeda. Intervensi ini membebaskan dari sinisme
yang membuat kreativitas dan kemungkinan positif terkesan sebagai kebodohan.
Eksplorasi
image positif dari individu, dan bertanya kepada mereka mengenai kehebatan yang
dimiliki, meningkatkan keinginan untuk berpartisipasi dan mereka pun
memperlakukan lingkungan pekerjaan ke arah yang positif.
2.
Kekuatan pertanyaan positif
Sebagian besar metode perubahan organisasi diawali dengan
mendiskusikan “apa yang mengalami kegagalan dan mengapa”. Appreciative
Inquiry mengatasi perdebatan tersebut dengan pertanyaan positif yang
membuat orang menjadi ingin tahu daripada mendebat, mendengarkan daripada
menuntut dan menjadi pencipta bersama (co-creators) daripada menegasikan
suatu ide.
3.
Kekuatan perubahan yang berpusat pada wacana
Appreciative
Inquiry
memfokuskan pada cerita dan wacana dengan menarasikan proses organisasi. Cara
orang berhubungan dan berbicara sata sama lain menjadi lebih penting daripada
sifat kepribadian (trait) orang-orang yang terlibat. Salah satu
keuntungan besar dari pendekatan ini adalah kapasitas mengtransformasikan
wacana cynical (skeptis, pesimis, sarkastik) menjadi wacana kemungkinan
dan membangun moral positif antar individu. Individu menjadi memahami posisi
satu sama lain dan memahami konstribusinya terhadap organisasi.
4.
Kekuatan fokus terhadap organisasi
Ketika individu diajak berpartipasi dalam suatu usaha untuk
mengubah perilaku mereka (yang spesifik) maka mereka akan bersikap ambivalen
dan tidak yakin. Tetapi ketika mereka diajak untuk memberikan yang terbaik bagi
organisasi maka mereka akan merasa antusias dan bangga.
Organisasi
bukanlah penjumlahan dari keseluruhan perilaku manusia. Organisasi adalah
konsep, image, idealisasi dan keyakinan yang terkandung dalam cerita
orang-orang tentang diri mereka sendiri dan satu sama lain. Mengajak orang
mengubah perilaku seringkali menimbulkan resistensi. Tetapi melibatkan
orang-orang dalam penciptaan bersama masa depan organisasi maka mereka
cenderung menumbuhkan semangat berkerja sama dan memberikan konstribusi.
SIKLUS 4 D, LANGKAH DASAR APPRECIATIVE INQUIRY
Appreciative Inquiry (AI) adalah kajian dan penggalian
terhadap hal-hal yang memberi jiwa pada sistem-sistem manusia (human systems),
ketika sistem-sistem tersebut berjalan dalam kondisi terbaiknya. Siklus ini
dimulai dengan identifikasi mendalam tentang apa yang akan dipelajari (Topik
Afirmatif). Topik yang terpilih akan menjadi agenda organisasi untuk
pembelajaran dan inovasi.
Definition, menjadi langkah awal Appreciative
Inquiry adalah memilih sebuah topik yang akan dieksplorasi (affirmative
topic choice). Topik ini menjadi arah perubahan sekaligus kenyataan akhir
yang akan terwujud.
1.
Discovery.
Tujuan utamanya adalah mengungkap dan mengapresiasikan
sesuatu yang memberi kehidupan dan energi kepada orang, pekerjaan dan
organisasinya.
Fokus tahapan ini adalah pada cerita positif yang
merefleksikan pengalaman puncak baik pada level individu maupun level
organisasi. Pada tahap ini, peserta berbagi cerita positif, mendiskusikan
kondisi positif organisasi dan mengkaji aspek dalan sejarah mereka yang paling
berharga dan ingin dikembangkan di masa depan.
Discovery; sebuah pencarian yang luas dan
kooperatif untuk memahami “apa yang terbaik dari yang ada” dan “apa
yang telah berlaku”. Mencakup inti positif organisasi, kisah teladan
organisasi, peningkatan pengetahuan organisasi dan kearifan kolektif, perubahan
yang tidak terencana.
2.
Dream.
Tujuannya adalah bermimpi (dream) atau berimajinasi
(envision) bagaimana idealnya organisasi di masa depan. Informasi pada
tahap sebelumnya dijadikan pijakan untuk berspekulasi mengenai kemungkinan masa
depan organisasi.
Dream; sebuah penggalian yang memberikan
kekuatan tentang “apa yang mungkin”. Tahap ini adalah saat masing-masing
orang memunculkan harapan, impian, hubungan serta organisasi mereka. Ini adalah
saat untuk memimpikan berbagai kemungkinan yang besar, hebat, dan melampaui
batas yang telah tercapai di masa lalu.
3.
Design.
Tujuannya adalah menciptakan atau mendesain struktur
organisasi, proses dan hubungan yang mendukung mimpi yang telah diartikulasikan
pada tahap sebelumnya.
Aktivitas utamanya adalah menciptakan proposisi yang
provokatif (provocative propositions) secara kolaboratif. Proposisi yang
provokatif dapat dipandang sebagai mimpi yang realistis yang memberdayakan
sebuah organisasi mencapai sesuatu yang lebih baik.
Design;serangkaian proposisi provokatif yang
dalam pernyataannya menggambarkan organisasi yang ideal atau “apa yang seharusnya”.
Mereka mengingat kembali apa yang sudah ditemukan dan diimpikan untuk kemudian
memilih elemen-elemen yang memiliki dampak besar, kemudian menyusun serangkaian
Proposisi Provokatif yang membuat berbagai kualitas organisasi yang paling
mereka inginkan (ideal).
4.
Destiny.
Tujuannya adalah menguatkan kapasitas dukungan terhadap
keseluruhan organisasi untuk membangun harapan, dan menciptakan proses belajar,
menyesuaikan dan berimprovisasi.
Tahapan ini memberdayakan setiap anggota untuk melakukan
tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai mimpi atau visi masa
depan organisasi.
Destiny; serangkaian tindakan penuh inspirasi yang mendukung
pembelajaran dan inovasi berkelanjutan atau “apa yang akan terjadi”.
Tahap ini secara khusus memusatkan diri pada komitmen dan arah ke depan
individu serta organisasi. Hasilnya adalah berupa susunan perubahan yang luas
di organisasi, mencakup; praktek manajemen, SDM, sistem pengukuran dan
evaluasi, pelayanan, dan proses kerja secara struktur.
Langkah-langkah tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
BAGAIMANA MENERAPKANNYA?
Penerapan Appreciative
Inquiry membutuhkan kompetensi organisasi yang mendukung upaya intervensi
yang dilakukan. Kompetensi organisasi ini dibangun di awal proses intervensi
karena dibutuhkan untuk membuka pandangan terhadap Appreciative Inquiry.
Karena berkaitan dengan
keseluruhan organisasi maka pembentukan kompetensi ini dibutuhkan komitmen
total manajemen dan pemilik organisasi. Mengacu pada Barret, (dalam Burke,
2001) kompetensi organisasi tersebut adalah sebagai berikut:
Affirmative Competence.
Organisasi berpijak pada
kapasitas manusia dalam mengapresiasikan kemungkinan positif dengan memfokuskan
pada kekuatan saat ini dan masa lalu, kesuksesan, dan potensi.
Expansive Competence.
Organisasi menantang kebiasaan dan
praktek konvensional, mendorong (provoking) anggota untuk bereksperimen,
memberikan jaminan secara luas bagi mereka bekerja dengan arah baru, dan
mengarahkan pada seperangkat nilai dan idealisasi yang menginspirasi mereka
untuk berupaya secara bergairah.
Generative Competence.
Organisasi membentuk sistem integratif yang memungkinkan anggota organisasi mengetahui konsekuensi tindakan mereka, mengetahui bahwa mereka memberi konstribusi yang bermakna, dan merasakan kemajuan yang diraih
Collaborative Competence.
Organisasi memfasilitasi forum
pertemuan sehingga para anggota dapat saling berhubungan dalam dialog yang
berkelanjutan dan memahami keragaman cara pandang.
Jika
Sang Budha pernah berkata, “hidup adalah penderitaan,” masalah ibarat
penderitaan—yang akan selalu ada. Maka, ingatlah bahwa disamping penderitaan
ada kesenangan, disamping masalah ada harapan, pun dibalik kesusahan akan
selalu tersimpan impian keberhasilan.
SETELAH ITU APA YANG HARUS DILAKUKAN?
Susun Agenda Perubahan:
- Mempercepat perencanaan, pengambilan keputusan, dan inovasi.
- Menciptakan visi masa depan yang inspiratif dan generatif.
- Memperkokoh kemitraan/aliansi.
- Merancang atau menciptakan momentum bagi sebuah organisasi.
Buat Proposisi Provokatif;
“Kami bertekad untuk menentukan sendiri
nasib pekerjaan kami. Saat kami merasa senang, kami bekerja; Saat kami tidak
merasa senang, kami mencari tim yang menyenangkan”
Masing-masing Individu Punya 6
Kebebasan:
- Kebebasan untuk dikenal dalam hubungan
- Kebebasan untuk didengarkan
- Kebebasan untuk bermimpi dalam organisasi/komunitas
- Kebebasan untuk memilih dalam berkontribusi
- Kebebasan untuk bertindak dengan dukungan
- Kebebasan untuk menjadi positif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar